Minggu, 25 Maret 2012

Paradigma Pendidikan Steve Jobs

Reformasi pendidikan merupakan sebuah langkah strategis sebagai respons sekaligus penguatan terhadap reformasi politik yang ditempuh pemerintah Indonesia yaitu perubahan sistem pemerintahan dari sistem sentralistik menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi kepada daerah. Lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merupakan perwujudan dari tekad melakukan reformasi pendidikan yang sekian lama terasa stagnan dan tidak mampu lagi menjawab tuntutan perkembangan masyarakat, bangsa dan negara di era global.

Berbagai diskursus tentang pendidikan menjadi topik hangat dikalangan pakar dan pemerhati pendidikan. Upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan mengeluarkan PP No 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Pemerintah berupaya meningkatkan mutu pendidikan dengan delapan standar pendidikan mulai dari standar kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, serta penilaian. yang kesemuanya menjadi tanggung jawab pemerintah dengan memberikan aggaran 20% dari APBN. Namun dalam pelaksanaannya belum berimplikasi secara signifikan terhadap mutu pendidikan.
Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah siapakah yang salah dalam melaksanakan pendidikan di Indonesia? kalau kita membandingkan pendidikan dengan Barat bahwa siswa sekolah di kawasan Asia berada dalam posisi lebih maju dibanding dengan rekan mereka di negara-negara Barat. Penelitian yang dilakukan oleh Institut Grattan di Australia memperlihatkan siswa yang belajar matematika di Shanghai, Cina, rata-rata lebih maju dua atau tiga tahun dibanding siswa di Amerika Serikat atau Eropa. Sementara siswa di Korea Selatan lebih maju satu tahun dalam kemampuan membaca. Ben Jensen menyebutkan empat sistem pendidikan di Asia yang merupakan terbaik di dunia, yaitu Hong Kong, Korea Selatan, Shanghai, dan Singapura. Dia berpendapat bahwa "keberhasilan bukan karena budaya, bukan produk Konfusianisme juga bukan pelajaran menghafal atau Tiger Mothers (Ibu Harimau yang digunakan untuk merujuk kaum ibu Asia yang menegakkan disiplin belajar yang amat keras kepada anak-anaknya). Yang menjadi faktor adalah ketegasan, sistem belajar praktis, mentoring, dan para guru. Penelitian ini juga membantah anggaran yang lebih besar dan jumlah murid yang sedikit dalam satu kelas akan menjamin pencapaian para siswa. (kompas, 28 Februari 2012).
Sedangkan di Indonesia masih kalah dengan Hongkong, Korea Selatan Sanghai, Cina dan Singapura padahal anggaran pendidikan di Indonesia lebih besar di banding kawasan Asia Lainnya. Sekolah di Shanghai, memiliki kelas dengan jumlah 40 siswa, namun para guru memiliki lebih banyak waktu untuk merencanakan pelajaran. Sementara Ausralia menikmati peningkatan anggaran dalam beberapa tahun belakangan namun prestasi siswa masih di belakang siswa Korea Selatan, yang menyediakan anggaran per siswa lebih kecil.
Dunia pendidikan yang selalu berkembang perlu adanya perubahan baik dalam sistem pengelolaanya maupun dalam strategi pengembangannya. Untuk itu patut kalu kita menggunakan metode ala Steve Jobs, orang Jenius Amerika pendiri pusat Apple yang menjadi miliader dalam dunia teknologi. Dia membandingkan pendidikan dengan pabrik mobil. Dalam sebuah wawancara Steve Jobs mengatakan; pada dasarnya biaya pendidikan lebih mahal daripada harga sebuah mobil. Tetapi dengan nilai uang tertentu kita bisa memilih mobil dari berbagai tipe, berbagai merek, berbagai fungsi, berbagai fitur serta aksesoris, dan semakin hari kendaraan yang dijual produsen mobil tidak hanya semakin baik dari segi fungsi dan kualitas tapi juga semakin indah. Yang menjadi pertanyaan buat Steve Jobs adalah: Kenapa hal yang sama tidak terjadi di dunia pendidikan? Dengan nilai uang yang sama, kita tidak bisa memilih lembaga pendidikan yang paling kita butuhkan. Sekolah cenderung stagnan dari segala sisi, membosankan. Antara sekolah yang satu dengan yang lain tidak bisa dibandingkan secara obyektif, dan tidak ada jaminan seseorang yang melewati proses pendidikan di suatu lembaga mengalami peningkatan kualitas individu, sebagaimana adanya jaminan kualitas dari pabrik mobil.
Kita tentu mengatakan: penanganan antara benda mati dengan manusia jelas berbeda. Steve Jobs memandangnya dari sudut lain. Menurut Steve Jobs titik permasalahannya adalah “ketiadaan inovasi dalam dunia pendidikan”. Perbedaan penanganan antara benda mati dan manusia pun tidak bisa jadi alasan karena sesungguhnya industri mobil pernah mengalami stagnansi yang sama, sebagaimana juga stagnasi serupa pernah dialami industri komputer.
Steve Jobs berpendapat bahwa jika setiap orang diizinkan untuk memilih sekolah sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya sebagaimana setiap orang bebas memilih mobil (atau komputer) maka dunia pendidikan akan berkembang sangat pesat dengan inovasi. Sebagaimana produsen mobil yang berinovasi menghasilkan produk terbaik untuk sebuah segmen pasar tertentu kemudian berpromosi habis-habisan guna menarik minat pembeli, setiap sekolah di berbagai tingkat akan dipaksa untuk berinovasi menghasilkan program pendidikan terbaik dan mempromosikan program tersebut kepada para calon siswanya. Tugas negara pun menjadi lebih ringan. Tinggal menyusun kurikulum, standar umum kelulusan dan kebijakan pendidikan yang bersifat strategis. Segala macam pengembangan metode pengajaran, praktikum hingga penanganan anak berkebutuhan khusus dan hal-hal teknis diserahkan sepenuhnya kepada sekolah.