Jumat, 04 Mei 2012

Tiga Pejuang Perempuan di Jaman Rasulullah

Pada zaman rasulullah perempuan tidak hanya menjadi ibu rumah tangga semata, melainkan juga menemani para sahabat untuk berjuang di jalan Allah SWT diantara perempuan itu adalah:
Pertama, Nailah binti Al-Farasishah, dia dikenal sebagai perempuan yang cantik, cerdas, dan pintar syair. Namun dibalik kelemah-lembutannya, Nailah ternyata sosok yang pemberani.
Istri Khalifah Utsman bin Affan ini siap menghadapi berbagai musuh demi keselamatan suaminya. Keberanian Nailah dibuktikan ketika terjadi pengepungan, serta penyerangan besar-besaran di kediaman Utsman di Madinah.

Selama 50 hari rumah Khalifah Utsman dikepung para pemberontak. Ketika terjadi fitnah (35 Hijriyah) yang memecah belah umat Islam. Para pemberontak tiada henti melempari bebatuan dan panah. Tiga orang dinyatakan tewas.
Padahal sebelumnya, Abdullah telah mengadakan perjanjian tertulis agar tidak pernah mengganggu dan menyerang Khalifah. Rupanya dua pemberontak tidak puas dan melanggar perjanjian itu. Pembangkangan dipimpin oleh Muhammad bin Abu Bakar.
Ketika terjadi penyerangan, Nailah dengan setia mendampingi suaminya. Saat Muhammad bin Abu Bakar bersama temannya nekat memasuki rumah Utsman, melepaskan tali pagar, lalu memanjat dengan tali. Nailah tidak tinggal diam. Dia melihat keluar apa yang dilakukan musuh-musuh suaminya tanpa mengenakan kerudung.
Khalifah menegur istrinya, "Nailah tutuplah rambutmu dengan kain kerudung. Sesungguhnya rambutmu lebih besar nilainya padaku daripada nyawaku!" Nailah tidak sempat lagi mendengar apa yang disampaikan suaminya. Baginya yang terpenting bisa melindungi Utsman dari musuh.
Kedua pemberontak berhasil masuk ke dalam rumah dan berada di hadapannya. Lelaki pertama mengayunkan pedang ke arah ke Khalifah. Nailah dengan sigap menangkis pedang tersebut hingga melukai jari-jarinya. Istri Utsman itu sempat menjerit menahan kesakitan. Dia memanggil ajudan Utsman, lalu membunuh si pemberontak tersebut.
Giliran Muhammad bin Abu Bakar yang maju dengan pedang berhunus. Nailah kembali membela suaminya. Ayunan pedang ditahan sehingga mengiris jari-jari tangannya yang lain. Kali ini hadangan Nailah gagal. Muhammad bin Abu Bakar mencabut janggut Khalifah, memukul kepala, dan menikamnya.
Utsman syahid, karena sabetan pedang pemberontak. Air mata Nailah tumpah saat memangku jenazah sang suami. Nailah berkata, "Sungguh kalian telah membunuhnya, padahal ia telah menghidupkan malam dengan Alquran dalam rangkaian rakaat."
Kemudian Ar-Rubayyi’ adalah perempuan Anshar dari Bani Najjar. Ibunya bernama Ummu Yazid binti Qais bin Za’wa. Dia masuk Islam di Madinah saat usianya masih sangat muda.

Rubayyi’ termasuk perempuan pertama yang berbaiat kepada Nabi Muhammad SAW di bawah sebatang pohon. Kelompok ini dikenal sebagai Bai’atur Ridwan. Dia termasuk perempuan yang sangat beruntung, karena mendapat ridha Allah.

Sebagaimana disebutkan dalam Alquran surat Al-Fath ayat 18-19. "Sesungguhnya Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berbaiat kepadamu (Muhammad) di bawah sebuah pohon. Allah pun mengetahui keimanan dan ketulusan yang ada dalam hati mereka, lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat serta banyak harta rampasan yang dapat mereka ambil. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Kedua, Ar-Rubayyi’. Dia merupakan salah seorang shahabiyah yang dekat dan mendapat perhatian dari Nabi Muhammad SAW. Tidak sedikit riwayat menyebutkan kemuliaan dan kehormatan kedudukan Ar-Rubayyi’ di sisi Rasulullah.

Musa bin Harun Al-Hammal berkata, "Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz telah mendampingi Nabi SAW, dan dia memiliki kehormatan yang tinggi."

Begitu dekatnya dengan Rasulullah, banyak sahabat dan umat menanyakan berbagai persoalan kepada Rubayyi’. Dia juga sangat kental mengetahui sosok dan sifat dari Nabi Muhammad SAW. Abu Ubaidah bin Muhammad bin Ammar berkata, "Aku pernah menanyakan kepada Rubayyi’, 'Terangkan sosok Rasulullah SAW kepadaku!"

"Wahai anakku, jika engkau melihat Rasulullah SAW niscaya engkau melihatnya laksana matahari yang sedang terbit," jawab Rubayyi'

Ketiga, Ummu Habibah. Suatu ketika ia lalu berkata, "Allah memberimu kabar gembira dengan membawa kebaikan." Abrahah lalu berkata, "Raja menyuruhmu menunjuk seorang wali yang hendak mengawinkanmu." Ummu Habibah lalu menunjuk Khalid bin Said bin Ash sebagai walinya.

Sebagai tanda syukur, Ummu Habibah  memberi Abrahah dua gelang perak, gelang kaki, cincin perak yang dipakainya. Kabar pernikahannya dengan Rasulullah SAW merupakan pukulan telak bagi Abu Sufyan.

Ibnu Abbas meriwayatkan firman Allah, "Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka..." (QS. Al-Mumtahanah: 7). Ayat ini turun ketika Nabi SAW menikahi Ummu Habibah binti Abi Sufyan.

Setelah menjadi Ummul Mukminin, ia akhirnya berkumpul bersama Rasulullah SAW di Madinah.  Suatu hari, sang ayah datang menemui Rasulullah SAW di Madinah, dengan tujuan untuk bernegosiasi, karena mendengar pasukan Muslim akan menyerang Makkah.

Keimanan Ummu Habibah kembali diuji. Sang ayah mencoba untuk memperalatnya. Namun, upaya itu tak berhasil. Ia lebih mencintai Allah SWT dan Rasulullah. Abu Sufyan pun merasa makin terpukul dan kembali ke Makkah dengan perasaan kecewa.

Hingga akhirnya, kaum Muslimin berhasil menguasai Makkah. Abu Sufyan merasa dirinya sudah terkepung puluhan ribu tentara. Rasulullah sangat kasihan dan mengajaknya memeluk Islam. Abu Sufyan menerina ajakan tersebut dan menyatakan keislamannya.

Rasulullah SAW pun berkata, "Barangsiapa yang memasuki rumah Abu Sufyan, dia akan selamat. Barangsiapa yang menutup pintu rumahnya, dia pun akan selamat. Dan barangsiapa yang memasuki Masjidil Haram, dia akan selamat."

Inilah akhir penantian Ummu Habibah. Ia merasa bahagia, karena sang ayah telah memeluk Islam.

0 komentar: