Kegiatan Bersama BKKBN dan Tim Unair dalam Penelitian

Kegiatan dilakukan dalam rangka melakukan penelitian Analisis Determinan Terjadinya Kehamilan pada Remaja dengan Pendekatan Socio-Ecologial Model Of Health Behavior

Kunjungan Kerja Pokajaluh Kota Palangkaraya

Pokjaluh kota Palangkaraya melaksanakan kunjungan ke kementerian agama kabupaten Malang terutama kepada pokjaluh kabupaten Malang pada tanggal 4 april 2019.

Aktualisasi Praktik Moderasi Beragama di Indonesia

Indonesia seharusnya patut berbangga, karena tidak seperti negara-negara Islam yang ada di dunia seperti halnya Timur Tengah yang sering dilanda konflik berkepanjangan .

Peningkatan Kompetensi Spiritual dan Qiyamul Lail

Kompetensi penyuluh agama Islam tidak hanya sebatas melaksanakan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat akan tetapi juga mempunyai kompetensi ibadah sholat malam sebagaima yang diadakan kasi penyuluh proinsi Jawa Timur pada tanggal 13 Juni 2019.

Penanaman Mangrove di Daerah Aliran Sungai Bajulmati

Penyuluh agama Islam fungsional kabupaten Malang selain tupoksi utama bimbingan dan penyuluhan juga melakukan penanaman mangrove di dekat aliran sungai

Minggu, 30 Mei 2021

LEMBAGA PENDIDIKAN HARAPAN BAJULMATI SEBAGAI ROLE MODEL KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI MALANG SELATAN

Letak Indonesia dari Sabang sampai Merauke memperlihatkan geografi kepulauan yang luas dengan kekayaan etnis yang sangat berlimpah (Widiastuti, 2013). Dampaknya, kekayaan alam khas untuk setiap daerah dan wilayah beragam. Secara sosiologis, fakta geografis itu ikut meyebabkan beragamnya etnik dan bahasa sesuai kebudayaan masing-masing wilayah dan daerah. Dari sisi manapun diamati, Indonesia adalah negara yang sangat penuh dengan kemajemukan. Termasuk dalam hal politik (Rahayu, 2017), dan terlebih keagamaan, dimana gereja berada di dalam kancah pluralisme dengan penganut agama lain dari Katolik, Buddha, Hindu, Islam, dan belakangan ini yang baru diterima sebagai agama resmi di Indonesi adalah Kong Hu Chu (Soesilo, 2011). Kesimpulan yang dibuat Yewangoe sangat tepat, bahwa Indonesia merupakan sebuah negara majemuk dari segi manapun. Itulah yang menjadi kunci identitas Indonesia yang sejati (Yewangoe, 2002). Berdasarkan fakta kemajemukan tersebut, setiap agama di Indonesia tidak dapat memungkiri fenomena pluralitas dan pengaruhnya dalam kehidupan bersama sebagai sesama warga negara. Di satu pihak, setiap agama dan pemeluknya, memiliki klaim normatif dan deskripsi yang bersifat apologetik mengenai ajaran, doktrin dan kebenaran absolut sesuai iman dan kepercayaannya. Di sisi lain, setiap agama dan pemeluknya harus memposisikan dirinya di dalam kerangka kemajemukan untuk menjamin keutuhan dan indentitas keindonesiaan tersebut (Lestari, 2016). Persoalannya, sebagaimana konflik etnis dan agama yang menjadi tren di dalam kehidupan beragama di Indonesia belakangan ini, kemajemukan tersebut selain menjadi potensi yang baik di satu sisi juga menjadi pemicu lahirnya tindakan intoleransi akibat sikap penganut agama yang eksklusif, fanatis dan merasa diri lebih dominan dibanding yang lain. Kasus-kasus yang muncul menyangkut kebenaran sektarian, benturan hal-hal normatif, fanatisme dan dominasi kekuasaan atas nama agama, membuktikan bahwa dibalik kemajemukan yang terjadi, terdapat kerentanan yang berpotensi merusak kemajemukan itu sendiri ketika para pemeluk agama tidak mengikat diri dalam toleransi sehingga konflik terjadi (Halim & Jambi, 2015). Terlebih jika dikaitkan secara politis, konflik-konfik horizontal yang terjadi atas nama agama menjadi tren belakangan ini di Indonesia. Penelitian Muhtadi yang dituangkan di dalam bukunya berjudul Populisme, Politik Identitas dan Dinamika Elektoral-Mengurai Jalan Panjang Demokrasi Prosedural, telah membuktikan fenomena tersebut (Muhtadi, 2019). Menguatnya politik identitas menjadi jalan terbuka bagi berbagai kepentingan di tengah realitas kemajemukan Indonesia. Demikian penelitian yang dibuat Zaluchu dan Widjaja, tentang maraknya penggunaan religious symbol di dalam politik menyatakan dengan terang benderang bahwa agama dengan sangat mudah ditunggangi oleh berbagai kepentingan (Zaluchu & Widjaja, 2019), baik oleh kepentingan agama itu sendiri maupun oleh kepentingan eksternal. Menyadari potensi kekuatan dan kelemahan di dalam kemajemukan berbangsa, bernegara, bersosialisasi dan berpolitik serta beragama di Indonesia, para founding father’s bangsa ini telah menyediakan payung besar bagi keberagaman alamiah Indonesia, yang disebut Pancasila (Kirom, 2011). Payung tersebut menjadi platform bagi kemajemukan, dan menyediakan payung nilai-niai luhur yang berada di atas dan melampaui perbedaan budaya, bahasa, etnis, wilayah dan agama di Indonesia. Keberadaannya membentuk nilai dan karakter sehingga sebagai falsafah dasar, perilaku orang Indonesia di dalam kemajemukan tetap memiliki “gaya sentrifugal‟ yang mempertahankan keindonesiaan secara internal (Nishimura, 1995). Sekalipun demikian, konflik-konflik horizontal bertemakan SARA, masih tetap saja menjadi persoalan simultan dan temporar diberbagai wilayah Indonesia (Fauzi, 2017), akibat kurangnya edukasi di dalam membentuk pemahaman keberagaman berdasarkan Pancasila di dalam rumah bersama yang bernama Indonesia (Raharjo et al., 2017). Lembaga pendidikan merupakan dasar utama dalam membentuk nilai-nilai agama dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama, seperti halnya pendidikan yang ada di Malang Selatan, Meskipun sarana pendidikan tampak seperti “laskar pelangi” apa adanya dan tidak mementingkan fasilitas yang mewah, namun nilai-nilai kemanusiaan dan kesamaan harkat dan martabat manusia di bangun dari lembaga pendidikan ini. Kultur peserta didiknya menganut kepercayaan yang berbeda agama seperti Hindu, Buddha, Kristen dan Islam. Lembaga yang bernapaskan Islam tetapi peminatnya dari beberapa agama dengan kehidupan yang rukun dan damai....artikel lebih lengkap bisa di lihat di https://jurnaldialog.kemenag.go.id/index.php/dialog/article/view/383.

Minggu, 13 Oktober 2019

Model Wakaf Produktif Untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat


Pendahuluan
Angka kemiskinan di Indonesia berjumlah berkisar 25,95 orang (9,82 persen), pada bulan Maret 2018, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) meskipun dalam data BPS berkurang sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang (10,12 persen), namun angka kemiskinan masih cukup besar.
Kemiskinan dan pengangguran adalah masalah yang dihadapi hampir seluruh negara di dunia ini, tanpa terkecuali. Bahkan negara maju sehebat Amerika dan Rusia mengalami hal serupa. Untuk mengatasi dua permasalahan ini dibutuhkan perhatian khusus dan ide yang cemerlang, sehingga kemiskinan dan pengangguran bisa terkurangi sedikit demi sedikit. Ketika sudah mendapatkan sebuah ide yang tepat, diperlukan pengelolaan yang professional yang baik. Sehingga terhindar dari penyalahgunaan ide yang menyebabkan proyek tersebut tersendat bahkan gagal di tengah jalan.
Sebagai salah satu negara terluas di dunia, negara kita memiliki potensi, salah satunya adalah pemanfaatan sumber daya alam yaitu tanah untuk diproduktifkan. Wakaf sebagai salah satu instrumen sosial dalam Islam dapat menjadi solusi untuk pemanfaatan tanah secara produktif. Melalui skema wakaf, tanah-tanah kosong maupun tanah dengan lokasi strategis di negara ini dapat diproduktifkan dengan baik. 
Tidak populernya praktik wakaf produktif di kalangan muslim Indonesia, seperti diungkap oleh Rahmat Djatnika, menunjukkan bahwa mayoritas wakaf sejak awal pertumbuhannya tersedot untuk membiayai fasilitas keagamaan dan pendidikan. Ini memberikan bukti kuat bahwa kegiatan pendidikan dan dakwah Islam sejak masa awal sangat jarang didanai dari sumber pendanaan yang berasal dari pengelolaan harta benda wakaf secara produktif. Kuat dugaan bahwa berkembangnya kegiatan sosial keagamaan lebih banyak didanai oleh kegiatan filantropi Islam selain wakaf, yaitu Zakat, Infak dan sedekah (ZIS). Namun, bagaimanapun terdapat sedikit contoh kasus bahwa ada beberapa organisasi keagamaan seperti pesantren yang dapat bertahan hidup dengan memanfaatkan hasil wakaf yang dikelolanya secara produktif, yaitu Pondok Modern Gontor dan Pesantren Tebuireng Jombang.

Pengertian Wakaf
Dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, Pengertian Wakaf adalah perbuatan hukum wakif (pihak yang mewakafkan harta benda miliknya) untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Dalam etimologi bahasa menurut Ibnu Manzhur, berasal dari Waqf yang berarti al-Habs. Artinya: menahan, berhenti, atau diam. Al Jurjani juga mengungkapkan dengan penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah). Demikian pula Ibnu Qudamah, memberikan pengertian dengan menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan.
Secara etimilogis kata wakaf berasal dari waqafa-yaqifu-waqfan yang mempunyai arti menghentikan atau menahan. atau berdiam di tempat atau tetap berdiri. Wakaf dalam kamus istilah fiqih sebagaiman disebutkan Mujieb, adalah memindahkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan yang memberi manfaat bagi masyarakat.
Sedangkan Wakaf Produktif merupakan program pengelolaan wakaf yang diterima berupa wakaf Uang, Saham, Asset, Dinar, Dirham dan Surat Berharga untuk dikelola dalam bentuk program produktif dimana hasil dari pengelolaan produktif yang dikelola akan disalurkan untuk program-program yang menunjang aktifitas masyarakat yang berkesinambungan dengan nilai wakaf yang diberikan tidak berkurang sedikitpun.
Saat ini instrumen filantropi Islam berupa wakaf produktif terus berkembang di Indonesia. Beragam model wakaf produktif terus ditawarkan ke masyarakat. Dan sekarang ini telah muncul model wakaf produktif baru yang sangat potensial, yaitu: wakaf pangan, wakaf pendidikan, wakaf kesehatan, dan wakaf ekonomi.

Model Perwakafan di Negara Maju
Institusi yang dikenal sebagai pemain inti dalam sejarah dunia Islam adalah wakaf. Hal-hal dasar yang telah diberikan oleh wakaf adalah pendidikan, kesehatan, dan sandang pangan. Sebagaimana ungkapan Sadeq, bahwa wakaf memiliki karakter yang sama dari segi bahwa pada umumnya berasal dari orang yang mampu dan diperuntukkan bagi orang yang tidak mampu (miskin). Namun banyak institusi yang bergerak di bidang ini tidak mengelolanya dengan baik dan tidak efektif. Maka dari itu, perlu ada perubahan yang dilakukan di dalam institusi yang bergerak di bidang ini, dengan tujuan menjadikan sebuah lembaga yang dibangun oleh orang-orang professional, dikelola dengan manajemen yang baik, dan digunakan untuk hal-hal yang produktif. Terutama bisnis yang mampu menciptakan peluang besar lapangan kerja bagi masyarakat sekitar dan mengurangi angka kemiskinan. 
Menurut Rashid (2002), wakaf juga memiliki sejarah dalam membangun peradaban Muslim. Sebagaimana pernah dinyatakan oleh Imam Syafii, wakaf mulai dikembangkan secara bertahap oleh para nabi-nabi terdahulu dan dilanjutkan oleh para sahabat rasul. Ternyata lembaga ini sudah muncul pada zaman sahabat di tahun ke 7 Hijriyah dan sampai saat ini mereka masih eksis dan bertahan lebih dari 1000 tahun lamanya.
Institusi yang sangat terkenal di dunia Islam yang telah menjalankan fungsi wakaf dengan baik adalah Universitas Al Azhar Kairo Mesir. Lembaga ini telah memberikan pelayanan pendidikan gratis kepada dunia Islam. Lembaga Al Azhar telah menyelamatkan ekonomi Mesir dan membantu pemerintah ketika mengalami permasalahan ekonomi. Lembaga wakaf Al Azhar telah menghasilkan jutaan ulama di berbagai dunia yang telah membuat banyak perubahan di negara mereka berada. 
Di Pakistan, wakaf sudah ada sejak tahun 1959 yang dikelola oleh departemen wakaf yang memiliki dua hal penting. Pertama, sayap masjid dan kedua sayap sakral. Hal ini berarti tanah-tanah wakaf tidak diperuntukkan untuk tujuan bisnis dan menghasilkan keuntungan. Maka dari itu, pengelolaan wakaf ini tergantung dana yang masuk ke lembaga dari para donaturnya. Sedangkan gaji orang-orang yang bekerja di sini diambil dari infaq para donatur. Begitu juga dana untuk perayaan festival, pelaksanaan kompetisi Al-Quran, memberikan makan anak-anak yang tidak mampu, dan termasuk biaya perawatan masjid serta tempat-tempat sakral lainnya.
Di Inggris (UK), intitusi wakaf disebut dengan Islamic Relief yang telah berhasil mengelola dana  yang dikumpulkan melalui program wakaf tunai. Lembaga ini menggunakan cara dengan menjual saham wakaf yang bernilai 890 setiap lembarnya. Pemegang saham memiliki hak yang tidak tertulis untuk menentukan ke mana dana ini akan disalurkan. Islam Relief melakukan pekerjaan yang sangat baik dengan membantu beberapa proyek baik besar maupun kecil di berbagai negara di dunia. Contohnya, adalah proyek Kharan Water di Pakistan, pembangunan konstruksi rumah anak yatim di Bosnia, infrastruktur untuk rehabilitasi pendidikan dasar di Kandahar, dan bantuan kepada korban Tsunami di Aceh dengan beberapa proyek yang mereka lakukan dalam menstabilkan keadaan ekonomi Aceh pasca kejadian sunami.
Di Indonesia, pemahaman terhadap pemberdayan potensi wakaf masih sangat minim disebabkan oleh pemahaman yang masih kaku. Pada umumnya, konsep wakaf dibangun dengan paradigma bahwa wakaf dapat digunakan untuk masjid dan aktifitas ibadah lainnya. Namun pada kenyataannya tidak berdampak banyak terhadap kemajuan sosial dan ekonomi daerah tersebut.
Dari data System Informasi Wakaf (siwak) Kementerian Agama RI, ada sekitar 49.510,51 hektar tanah wakaf yang ada di Indonesia, 44.79% diantaranya digunakan untuk pembangunan masjid, 28.17 % untuk musholla 10.60% untuk pendidikan, 4.54% untuk makam, dan 3.37% digunakan untuk pesantren.
Dari data di atas, sangat disayangkan sekali kebanyakan tanah wakaf tidak digunakan untuk tujuan produktif, Perlu adanya sebuah lembaga yang mulai mempelopori konsep wakaf dengan tujuan pengembangan bisnis produktif, sebagaimana sebagian keuntungannya bisa digunakan untuk keperluan konsumtif masyarakat kurang mampu dan pengembangan peribadatan dan lembaga pendidikan yang lebih profesional. 
Seperti halnya lembaga pengelola infaq zakat dan wakaf, dompet dhuafa Jawa Barat dengan mendirikan Wakaf Produktif. Tugas wakaf Produktif adalah untuk menjawab tantangan ini sebagai tujuan utama dalam pengembangan lebih baik yang memakai asset wakaf dengan tujuan investasi serta peningkatan strata ekonomi pihak keluarga kurang mampu. Di mana keuntungan dari proyek ini bisa dibagi menjadi beberapa bagian, sebagian untuk pihak kurang mampu, sebagian untuk pengembangan bisnis selanjutnya, dan sebagian lagi untuk manajemen. Sehingga, fungsi zakat dan wakaf berjalan dengan semestinya dengan tujuan agar tidak terjadi ketimpangan antara orang kaya dan orang. Seperti, Apotek Ebah Farma di Majalaya, Klinik Keluarga Pratama Medika Bandung, Training Center Bandung yang berpusat di Sidomukti Bandung, dan Gerai Busana Yashifani untuk muslim. Lembaga ini memiliki aktifitas sosial untuk masyarakat tidak mampu, yaitu Rumah Bersalin Cuma-Cuma (RBC) Menurut Imam, (Direktur Utama Dompet Dhuafa Filantropi), perlunya Nadzir Partnership dan edukasi kepada para Wakif agar wakaf produktif ini bisa optimal sehingga bisa menciptakan kesejahteraan umat. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Dompet Dhuafa selama ini, sehingga bisa mendirikan Rumah Sakit Mata Ahmad Wardi di Banten, ini adalah RS Mata Gratis pertama untuk Kaum Dhuafa di Indonesia karena disubsidi dari dana zakat. Selain itu, dengan Nazir Partnership bersama Mandiri Amal Insani Foundation, Dompet Dhuafa dapat mendirikan Rumah Sakit Aka Media Sribhawono di Lampung. Ada juga Firdaus Memorial park atau Taman Pemakaman Firdaus yang berlokasi di Desa Mandalamukti dan Desa Ciptagumati, Kecamatan Cikalong Wetan, Bandung Barat.
Ada empat hal yang dapat mengoptimalkan wakaf produktif di Indonesia antara lain: Pertama, sosialisasi dan edukasi kepada Wakif, Nadzir, praktisi wakaf dan masyarakat umum tentang manfaat besar dari wakaf produktif itu sendiri. Manfaat dari wakaf produktif adalah harta wakaf yang akan terus berkembang dan meningkatkan nilai ekonomi secara berkelanjutan. Fahruroji, yang merupakan Dosen UI dan praktisi wakaf, menyatakan bahwa pemahaman masyarakat tentang wakaf banyak yang keliru dan masih minim sehingga menghambat optimalisasi wakaf produktif.
Kedua, alih manfaat tanah wakaf dari kegiatan sosial menjadi usaha produktif. Misal, masjid yang berdiri di atas tanah wakaf tetapi ada di tengah kota dapat di renovasi menjadi pusat perbelanjaan. Selain itu, masjid dengan fasilitas lengkapnya tetap ada di salah satu lantai pusat perbelanjaan tersebut. Hasil dari pengelolaan usaha tersebut dapat lebih bermanfaat karena membuka lapangan kerja untuk masyarakat serta membantu biaya operasional masjid tersebut.
Ketiga, adanya pelatihan pengelolaan wakaf dan administrasi wakaf serta menumbuhkan budaya disiplin administrasi para penggiat wakaf. Hal ini perlu dilakukan agar kasus sensitif di masyarakat seperti konflik pengurusan masjid dan lainnya tidak lagi terjadi. Adanya disiplin administrasi juga memudahkan pemetaan potensi wakaf yang ada di Indonesia. Hal ini akan sangat membantu para peneliti dan pemerhati wakaf untuk memaparkan kondisi perwakafan di Indonesia secara komprehensif dan akurat melalui karya ilmiah.
Keempat, meningkatkan sinergi antar akademisi, penggiat wakat dan regulator. Adanya kerjasama atau partnership antar nadzir ini memungkinkan wakaf produktif dapat tercapai secara optimal. Sinergi dengan akademisi sebagaimana yang dilakukan Badan Wakaf Indonesia dengan menyelenggarakan Wakaf Goes to Campus juga perlu dilakukan. Hal ini dilakukan untuk pemahaman wakaf yang lebih komprehensif dan meningkatkan minat masyarakat untuk berkontribusi melalui wakaf.


Rabu, 10 Juli 2019

Peningkatan Kompetensi Spiritual dan Qiyamul Lail

Kompetensi penyuluh agama Islam tidak hanya sebatas melaksanakan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat akan tetapi juga mempunyai kompetensi ibadah sholat malam sebagaima yang diadakan kasi penyuluh proinsi Jawa Timur pada tanggal 13 Juni 2019 di Masjid Jl A. Yani kota Malang. Dalam kegiatan tersebut dihadiri oleh 4 orang staf dari kanwil provisni Jawa Timur dan penyuluh agama Islam fungsional se-Malang Raya (Kota Batu, Malang dan kabupaten Malang).
kegiatan yang dilakukan mulai jam 02.00 malam yaitu sholat tasbih, tahajjud, dan dilanjut dengan sholat subuh. Setelah rangkain ibadah selesai dilaksankan dengan lancar kemudian setelah subuh diberikan pengarahan dari kasi penyuluh agama Islam provinsi Jawa Timur, dalam pengarahannya diberikan praktik amalan-amalan ibadah dan kompetensi kepenyuluhan baik dalam bimbingannya maupun dalan proses pengajuan kenaikan pangkat.

Penanaman Mangrove di Daerah Aliran Sungai Bajulmati

Penyuluh agama Islam fungsional kabupaten Malang selain tupoksi utama bimbingan dan penyuluhan juga melakukan penanaman mangrove di dekat aliran sungai yang menuju pantai Ungapan kecamatan Gedangan kabupaten Malang, dengan menyusuri sungai menggunakan perahu kecil untuk mencapai lokasi penanaman, hal ini dilakukan agar sungai yang menuju pantai Bajulmati tidak tergerus banjir ketika datang dan erosi tanah disekitar sungai. Selain itu tanaman mangrove ini untuk menambah oksigen ketika pemanasan global melanda dunia, maka mangrove sebagai solusi untuk mengurangi pemanasan global.

Kunjungan Kerja Pokajaluh Kota Palangkaraya

Pokjaluh kota Palangkaraya melaksanakan kunjungan ke kementerian agama kabupaten Malang terutama kepada pokjaluh kabupaten Malang pada tanggal 4 april 2019. Hadir dalam kegiatan tersebut Kasi Bimas Islam kota Palangkara beserta penyuluh agama Islam fungsional. Dalam kegiatan kunjungan tersebut juga mengadakan bakti sosial di daerah binaan pokjaluh kabupaten malang di Bajulmati kecamatan Gedangan.
Selain Bakti sosila dilaknakan juga kegiatan penananam mangrove di sekitar sungai yang mengalir ke pantai Bajulmati, dengan tujuan agar pinggiran sungai yang ada disekitar tidak terkena erosi dan tahan terhadap terjangan banjir.
Kegiatan dilaksanakan selama dua hari yang turut disambut oleh kasi Bimas Islam dan kepala kantor kementerian agama kabupaten malang Irfan Hakim dan Mustain, keduanya menyambut kedatangan pokjaluh kota palangkaraya dengan baik serta antusias tinggi karena jarak yang jauh tidak menyurutkan niat baik untuk silaturrahmi. 

Kegiatan Bersama BKKBN dan Tim Unair dalam Penelitian

Kegiatan dilakukan dalam rangka melakukan penelitian Analisis Determinan Terjadinya Kehamilan pada Remaja dengan Pendekatan Socio-Ecologial Model Of Health Behavior yang terdiri dari 8 dosen dan beberapa mahasisnya dan penyuluh agama Islam fungsional kabupaten Malang. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2019.


Jumat, 12 April 2019

Aktualisasi Praktik Moderasi Beragama di Indonesia


Indonesia seharusnya patut berbangga, karena tidak seperti negara-negara Islam yang ada di dunia seperti halnya Timur Tengah yang sering dilanda konflik berkepanjangan yang ditengarahi akibat paham radikal dan politik. Umat muslim di Indonesia adalah kalangan yang memproklamasikan diri sebagai garda moderat. Namun, belakangan hadir nuansa apatis yang sedang berupaya menggerus sistem nilai yang sudah mapan di tengah masyarakat.
Ajaran-ajaran agama dipertentangkan dengan kebijakan-kebijakan negara. Demokrasi yang merupakan perwujudan kesepakatan politik manusia dibenturkan dengan kekuasaan Tuhan yang absolut. Jika disadari, fenomena ini adalah salah satu bentuk kegelisahan teologis yang memantik banyak peristiwa di bumi Ibu Pertiwi akhir-akhir ini. Hingga muncul suara-suara sumbang untuk menjadikan Islam sebagai ideologi negara dengan bentangan bendera hitam-putih atau pekikan-pekikan takbir di jalanan yang tidak diimbangi dengan sikap kerendahan hati.
Tantangan terbesar para pemikir di dunia saat ini, khususnya di Indonesia adalah mendamaikan apa yang disebut dengan ekstrem kanan (fundamental) dan ekstrem kiri (liberal-sekuler). Indonesia sebagai negara kesatuan yang di dalamnya terdiri dari berbagai macam agama, suku, etnis, bahasa dan budaya tentu tidak boleh memihak salah satu dari kedua hal tersebut.
Indonesia harus memiliki cara berpikir dan bernarasi sendiri agar tidak terjebak dalam sekat ruang-ruang sosial. Pada titik ini, moderasi sosio-religius sebagai integrasi ajaran inti agama dan keadaan masyarakat multikultural di Indonesia dapat disinergikan dengan kebijakan-kebijakan sosial yang diambil oleh pemerintah negara. Kesadaran ini harus dimunculkan agar generasi bangsa ini bisa memahami bahwa Indonesia ada untuk semua.
Sejak dahulu, Menurut Hijrian A Prihantoro, fanatisme sektarian merupakan penyakit yang kerap menjangkiti akal sehat, sehingga akhirnya kehidupan manusia terkotakkan ke dalam gerakan yang eksklusif dan merasa bahwa kelompoknyalah yang paling benar. Jika sudah seperti itu, inklusivitas kehidupan beragama dan bernegara menjadi kabur bahkan tak terbaca di benak mereka. Maka, kesadaran moderasi dalam beragama dan bernegara harus dinarasikan kembali. Bukan hanya sebagai kritik pemikiran semata, tentu juga sebagai tindakan untuk menjaga kedaulatan Negara.
Dalam konteksi ini, narasi pentingnya jalan tengah (the middle path) dalam beragama seperti yang ditulis Fathorrahman Ghufron, dalam Mengarusutamakan Islam Moderat sesungguhnya memiliki nilai urgensinya untuk terus-menerus digaungkan oleh tokoh agama, akademisi kampus yang memiliki otoritas, dan melalui saluran berbagai media. Penggaungan narasi semacam itu khususnya untuk untuk memberikan pendidikan kepada publik bahwa bersikap ekstrem dalam beragama, pada sisi manapun, akan selalu menimbulkan benturan.
Moderasi beragama menjadi sangat mendesak dalam masyarakat yang sangat plural seperti Indonesia, terutama ketika masyarakat seolah terbelah sebagai imbas segregasi politik. Sesungguhnya, moderasi beragama tampak sudah menjadi visi melekat Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, yang diejawantahkan dalam berbagai sikap dan kebijakannya yang selalu mencoba berdiri di jalan tengah, meski dengan resiko kecaman dari kedua sisi. Masalahnya, pada tataran praktis, seruan mempraktikkan moderasi beragama ini masih menghadapi banyak tantangan.
Dalam pembahasan ini tidak sedang memberikan pembenaran atas aksi terorisme. Akan tetapi, narasi yang tidak seimbang dan tidak adil seperti itu sering menjadi penyebab terbelahnya psikologi publik dalam menyikapi intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Dengan begitu, meski ekspresi kutukan terlontar serempak saat teroris beraksi, sebagian masih mencoba mencari pembenaran dan bersikap permisif. Setidaknya terhadap sikap intoleran dan radikal, yang sesungguhnya merupakan benih terjadinya tindakan kekerasan dan terorisme itu sendiri.
Peran Ormas NU
Fakta moderasi Islam itu dibentuk oleh pergulatan sejarah Islam Indonesia yang cukup panjang. Nahdlatu ulama (NU) adalah salah satu organisasi Islam yang sudah malang-melintang dalam memperjuangkan bentuk-bentuk moderasi Islam, baik lewat institusi pendidikan yang mereka kelola maupun kiprah sosial-politik-keagamaan yang dimainkan semenjak lama. Oleh karena itu, organisasi ini patut disebut sebagai dua institusi civil society yang amat penting bagi proses moderasi negeri ini.
Dalam pandangan Ahmad Zainul Hamid, NU merupakan organisasi sosial-keagamaan yang berperan aktif dalam merawat dan menguatkan jaringan dan institusi-insitusi penyangga moderasi Islam, bahkan menjadikan Indonesia sebagai proyek percontohan toleransi bagi dunia luar. Dikatakan pula, sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU selama ini memainkan peran yang signifikan dalam mengusung ide-ide keislaman yang toleran dan damai.
Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, menurut Hilaly Basya, NU adalah organisasi Islam yang paling produktif membangun dialog di kalangan internal masyarakat Islam, dengan tujuan membendung gelombang radikalisme. Dengan demikian, agenda Islam moderat tidak bisa dilepas dari upaya membangun kesaling-pahaman (mutual understanding) antar peradaban.
Perkataan Ahlusunnah waljama’ah dapat diartikan sebagai “para pengikut tradisi Nabi Muhammad dan ijma’ (kesepakatan) ulama” sebagaimana dalam pendapat  Zamakhsyari Dhofier. Sementara itu, watak moderat (tawassuth) merupakan ciri Ahlussunah waljamaah yang paling menonjol, di samping juga Itidal (bersikap adil), Tawazun (bersikap seimbang), dan Tasamuh (bersikap toleran), sehingga ia menolak segala bentuk tindakan dan pemikiran yag ekstrim (tatharruf) yang dapat melahirkan penyimpangan dan penyelewengan dari ajaran Islam. Dalam pemikiran keagamaan, juga dikembangkan keseimbangan (jalan tengah) antara penggunaan wahyu (naqliyah) dan rasio (‘aqliyah) sehingga dimungkinkan dapat terjadi akomodatif terhadap perubahan-perubahan di masyarakat sepanjang tidak melawan doktrin-doktrin yang dogmatis. Masih sebagai konsekuensinya terhadap sikap moderat, Ahlussunah waljama’ah juga memiliki sikap-sikap yang lebih toleran terhadap tradisi di banding dengan paham kelompok-kelompok Islam lainnya. Bagi Ahlussunah, mempertahankan tradisi memiliki makna penting dalam kehidupan keagamaan. Suatu tradisi tidak langsung dihapus seluruhnya, juga tidak diterima seluruhnya, tetapi berusaha secara bertahap di-Islamisasi (diisi dengan nilai-nilai Islam).
Pemikiran Aswaja sebagaimana digambarkan Husein Muhammad, sangat toleran terhadap pluralisme pemikiran. Berbagai pikiran yang tumbuh dalam masyarakat muslim mendapatkan pengakuan yang apresiatif. Dalam hal ini Aswaja sangat responsif terhadap hasil pemikiran berbagai madzhab, bukan saja yang masih eksis di tengah-tengah masyarakat (Madzhab Hanafii, Malik, Syafi’i, dan Hanbali), melainkan juga terhadap madzhab-madzhab yang pernah lahir, seperti imam Daud al-Dhahiri, Imam Abdurrahman al-Auza’i, Imam Sufyan al-Tsauri, dan lain-lain.
Model keberagamaan NU, sebagaimana disebutkan, Abdurrahman Mas’ud, dalam Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi, mungkin tepat apabila dikatakan sebagai pewaris para wali di Indonesia. Diketahui, bahwa usaha para wali untuk menggunakan berbagai unsur non-Islam merupakan suatu pendekatan yang bijak. Dalam mendinamiskan perkembangan masyarakat, kalangan NU selalu menghargai budaya dan tradisi lokal. Metode mereka sesuai dengan ajaran Islam yang lebih toleran pada budaya lokal. Hal yang sama merupakan cara-cara persuasif yang dikembangkan Walisongo dalam meng-Islam-kan pulau Jawa dan menggantikan kekuatan Hindu-Budha pada abad XVI dan XVII. Apa yang terjadi bukanlah sebuah intervensi, tetapi lebih merupakan sebuah akulturasi hidup berdampingan secara damai. Ini merupakan sebuah ekspresi dari “Islam kultural” atau “Islam moderat” yang di dalamnya ulama berperan sebagai agen perubahan sosial yang dipahami secara luas telah memelihara dan menghargai tradisi lokal (local wisdom) dengan cara mensubordinasi budaya tersebut ke dalam nilai-nilai Islam.
Karakter Islam Nusantara
Dalam Islam, rujukan beragama memang satu, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits, namun fenomena menunjukkan bahwa wajah Islam adalah banyak. Ada berbagai golongan Islam yang terkadang mempunyai ciri khas sendiri-sendiri dalam praktek dan amaliah keagamaan. Tampaknya perbedaan itu sudah menjadi kewajaran, sunatullah, dan bahkan suatu rahmat. Quraish Shihab, dalam penulisannya mengungkap bahwa keanekaragaman dalam kehidupan merupakan keniscayaan yang dikehendaki Allah. Termasuk dalam hal ini perbedaan dan keanekaragaman pendapat dalam bidang ilmiah, bahkan keanekaragaman tanggapan manusia menyangkut kebenaran kitab-kitab suci, penafsiran kandungannya, serta bentuk pengamalannya.
Berpaham Islam moderat sebagaimana disebutkan, sebenarnya tidaklah sulit mencari rujukannya dalam sejarah perkembangan Islam, baik di wilayah asal Islam itu sendiri maupun di Indonesia. Lebih tepatnya, Islam moderat dapat merujuk, jika di wilayah tempat turunnya Islam, kepada praktek Islam yang dilakukan nabi Muhammad Saw, dan para sahabatnya, khususnya al-Khulafa al-Rashidin, sedangkan dalam konteks Indonesia dapat merujuk kepada para penyebar Islam yang terkenal dengan sebutan Walisongo.
Generasi pengusung Islam moderat di Indonesia berikutnya, hanya sekedar miniatur, mungkin dapat merujuk kepada praktek Islam yang dilakuakan organisasi semacam Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU). Ber-Islam dalam konteks Indonesia semacam ini lebih cocok diungkapkan, meminjam konsepnya Syafi’i Ma’arif, dengan “ber-Islam dalam Bingkai Keindonesiaan”. Azyumardi Azra, juga kerap menyebut bahwa Islam moderat merupakan karakter asli dari keberagamaan Muslim di Nusantara.
Sebagaimana dikatakan, ketika sudah memasuki wacana dialog peradaban, toleransi, dan kerukunan, sebenarnya ajaran yang memegang dan mau menerima hal tersebut lebih tepat disebut sebagai moderat. Jadi, ajaran yang berorientasi kepada perdamaian dan kehidupan harmonis dalam kebhinekaan, lebih tepat disebut moderat, karena gerakannya menekankan pada sikap menghargai dan menghormati keberadaan yang lain (the other). Term moderat adalah sebuah penekanan bahwa Islam sangat membenci kekerasan, karena bedasarkan catatan sejarah, tindak kekerasan akan melahirkan kekerasan baru.
Aktualisasi Konsep Moderasi
Untuk meangaktualisasikan konsep moderasi beragama ke dalam realitas konstektual di Indonesia, setidaknya tiga catatan bisa dipertimbangkan;
Pertama, menjadikan lembaga pendidikan sebagai basis laboratorium moderasi beragama di Indonesia yang mempunyai kekayaan kultur luar biasa. Seperti yang telah dipahami bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki ragam suku dan agama. Indonesia memiliki kekhasan yang unik, tetapi penuh dengan tantangan. Adapun langkah strategisnya; 1) Moderasi beragama harus menjadi perhatian pemerintah dalam membuat narasi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN); 2) Melibatkan lembaga pendidikan: pesantren, madarasah dan sekolah maupun lembaga non formal lainnya dalam memperkuat nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai kerukunan beragama, dan moderasi beragama; 3) Mengembangkan literasi keagamaan (religious literacy) dan pendidikan lintas iman (interfaith education); 4) Sekolah harus memperbanyak praktik pengalaman keagamaan yang berbeda sehingga dapat menjalin kerja sama antar pemeluk agama;
Kedua, melunakkan dua kelompok ekstrem, yakni apa yang disebut dengan ekstrem kanan (fundamental) dan ekstrem kiri (liberal-sekuler); Semakin ekstrem salah satu dari dua kelompok ini, pada gilirannya akan direspon oleh kelompok ekstrem lainnya sehingga bisa memicu ketegangan.
Ketiga, pendekatan moderasi sosio-religius dalam beragama dan bernegara dapat diarusutamakan diantaranya dengan menghayati dua konsep rahmat berikut ini: 1) Rahmatan likulli 'aqilin, artinya bahwa agama harus senantiasa berbuat baik dan penuh kasih sayang kepada siapa saja; 2) Rahmatan likulli ghairi 'aqilin, adalah rahmat selain kepada siapa saja, kita juga harus bersikap rahmat kepada apa saja. Penafsiran dua model relasi rahmat (kepada siapa dan apa saja sekaligus) ini dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya dengan menghadirkan bukti-bukti sikap rahmat yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. (Tulisan Sudah Dikutkan Dalam Program Ditjen Bimas Islam Program Diseminasi Konten/naskah Moderasi Beragam Tahun 2019)

Kamis, 22 September 2016

Karekteristik Aqidah Islam

Aqidah Islam adalah Aqidah Rabbaniy (berasal dari Allah) yang bersih dari pengaruh penyimpangan dan subyektifitas manusia. Aqidah Islam memiliki karakteristik berikut ini:
Pertama, Al Wudhuh wa al Basathah (jelas dan ringan) tidak ada kerancuan di dalamnya seperti yang terjadi pada konsep trinitas dan sebagainya. Kedua, Sejalan dengan fitrah manusia, tidak akan pernah bertentangan antara aqidah salimah (lurus) dan fitrah manusia. Firman Allah SWT :“Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah..” (QS. Ar Ruum:30). Ketiga, Prinsip-prinsip aqidah yang baku, tidak ada penambahan dan perubahan dari siapapun. Firman Allah SWT:”Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan lain selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?“(QS. Asy Syuura:21), Keempat, dibangun di atas bukti dan dalil, tidak cukup hanya dengan doktrin dan pemaksaan seperti yang ada pada konsep-konsep aqidah lainnya. Aqidah Islam selalu menegakkan sebagimana dissebut dalam Al-Qur’an: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” (QS Al Baqarah: 111). Kelima, Al Wasthiyyah (moderat) tidak berlebihan dalam menetapkan keesaan maupun sifat Allah seperti yang terjadi pada pemikiran lain yang mengakibatkan penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya. Aqidah Islam menolak fanatisme buta seperti yang terjadi dalam slogan jahiliyah “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka”(QS. Az Zukhruf:22).
Aqidah Islam Sebagai Aqidah Yang Rasional
Setidaknya ada dua konsep yang dimaksud dengan Islam sebagai agama yang rasional. Pertama, konsep yang biasa beredar di masyarakat. Menurut pengertian ini, yang dimaksud Islam agama rasional adalah Islam memiliki pembenaran rasional atas aturan-aturannya bahkan aqidahnya. Kedua, Islam merupakan agama yang rasional karena dasar-dasarnya dibangun atas hujjah-hujjah yang dapat dibuktikan secara rasional.

Jumat, 09 September 2016

Makna Iman Serta Pengaruhnya dalam Kehidupan

Pengertian Iman
Pengertian secara etimologis pengertian iman berasal dari bahasa Arab yaitu iman  yang berarti "percaya". Perkataan iman diambil dari kata kerja aamana-yukminu yang berarti "percaya" atau "membenarkan". Sedangkan secara istilah syar’i, iman adalah keyakinan dalam hati, perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat. Para ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang. Ini adalah definisi menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, madzhab Zhahiriyah dan segenap ulama selainnya.[1] Dengan demikian definisi iman memiliki 5 karakter: keyakinan hati, perkataan lisan, dan amal perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang
Dalam Firman Allah QS. Al Fath [48] : 4 berbunyi “Agar bertambah keimanan mereka di atas keimanan mereka yang sudah ada.”
Imam Syafi’i berkata, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.” Imam Ahmad berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Ia bertambah dengan melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.[2] Imam Bukhari mengatakan, “Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.[3]
Allah  SWT telah menjelaskan pengertian orang yang beriman seperti dalam surat Al-Baqoroh ayat 3 yang artinya: Orang yang beriman adalah mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka”. Isi kandungan ayat di atas adalah sebagai berikut: 1) Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu. 2) Yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh panca indera. percaya kepada yang ghaib yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera, karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya. 3) Shalat menurut bahasa 'Arab: doa. menurut istilah syara' ialah ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melangkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusu', memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya. 4) Rezki: segala yang dapat diambil manfaatnya. menafkahkan sebagian rezki, ialah memberikan sebagian dari harta yang telah direzkikan oleh Tuhan kepada orang-orang yang disyari'atkan oleh agama memberinya, seperti orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim dan lain-lain.
Sedangkan pengertian iman menurut hadits Rasulullah Saw adalah sebagai berikut: Artinya: “Dari Ibnu Hajar Radhiyallahu ‘Anhu beliau berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: Iman adalah Pengetahuan hati, pengucapan lisan dan pengamalan dengan anggota badan” (H.R. Ibnu Majah dan At-Tabrani).

Selasa, 06 September 2016

Bantuan Sarana Dan Prasarana Dari Kemenag Pusat

Kementerian Agama RI melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam memberikan bantuan sarana dan prasarana berupa rehabilitasi gedung, penambahan Ruang Kelas Baru (RKB) dan Bantuan Ruang Perpustakaan. Bantuan ini tidak hanya diperuntukan untuk madrasah akan tetapi juga RA dan pondok pesantren (bantuan asrama dan perpustakaan). Untuk Melihat juknis terkait dengan bantuan sarana prasarana ini bisa di lihat pada link di bawah ini:

Rekrutmen Penyuluh Non PNS Tahun 2017 Dengan Perjanjian Kerja

Penyuluh Non PNS selama ini belum ada regulasi yang jelas baik rekrutmen maupun penggajiannya, namun pada tahun 2017 mendatang Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam menerbitkan regulasi Tentang Petunjuk Teknis Pengangkatan Penyuluh Agama Non PNS dengan Nomor DJ. III/432 Tahun 2016. Dalam Juknis ini penyuluh agama Non PNS akan dialihkan menjadi pegawai dengan perjanjian kerja dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui secara lengkap juknis pengangkatan penyuluh Non PNS silahkan lihat tautan Unduh